Yakinlah bahwa
jikalau hati kita jernih, bening, dan tulus maka wajah juga akan enak
dipandang, akan ada suatu kesan tersendiri yang lain dari yang lain. Mungkin
wajahnya tidak cakep, tidak jelita, mungkin kultinya hitam, mungkin hidungnya
tidak begitu mancung, mungkin alisnya kurang begitu simetris, mungkin di
wajahnya ada kekurangan, katakanlah ada cacatnya tapi tidak bisa dipungkiri
bahwa kalau hatinya bening, jernih, dan tulus ia akan senantiasa memancarkan
sinar keindahan, kesejukan dan kenyamanan.
Orang yang hatinya
bersih akan tercermin pula dari kerapihan dan kebersihan di lingkungan
sekitarnya. Kita sepakat bahwa kumal, kusut, kotor, dan bau adalah perilaku
yang tidak kita sukai. Kenapa sih tidak kita sisir rambut kita dengan rapi,
padahal bisa lebih rapih dan lebih tertib ?! Bukan tidak boleh punya rambut
bermode, tapi yang lebih penting adalah bagaimana ketika orang lain melihat
penampilan kita pikirannya tidak menjadi jelek.
Ketika suatu waktu
lewat di depan Taman Kota, terlihat ada sekelompok pemuda dengan potongan
rambut landak gaa Duran-Duran, Punk, dan ada juga yang dicat pirang. Tentu saja
ini akan membuat orang lain berpikir jelek tentang mereka.
Maka pastikan
rambut kita selalu tersisir rapih. Pada kaum laki-laki, tidak usah diperbudak
oleh mode. Intinya, kalau orang lain melihat penampilan kita, orang itu menjadi
cerah, tentram, senang, dan merasa aman. Tidak usah pula centil dengan
menempelkan segala atribut, gambar tempel, atau juga tanda jasa supaya orang
lain tahu siapa kita. Buat apa? Semuanya harus wajar, proporsional, dan tidak
berlebih-lebihan.
Bagi seorang
wanita yang memiliki hati bersih akan terpancar pula dari penampilannya yang
tidak over acting, tidak berdandan mencolok, semuanya serba wajar dan
proporsional. Hal ini menjadikan orang yang melihatnya juga menjadi enak, wajar
dan normal, walaupun tidak dipungkiri bahwa setiap orang punya standard
penilaian yang berbeda-beda. Namun yang terpenting adalah penilaian menururt
ALLAH S.W.T. Kalau orang-orang yang berpenyakit hati kadang-kadang penilaiannya
selalu negatif, walau sebenarnya kita sudah melakukan yang terbaik.
Pancaran bersih
hati lainnya akan tampak terealisasikan pula dari struktur bibir atau senyuman.
Pastilah kita akan enak kalau melihat orang lain senyum kepada kita dengan
tulus, wajar dan proporsional. Dan senyum itu bukanlah perkara mengangkat ujung
bibir -- itu perkara tipu-menipu -- tapi yang paling penting adalah keinginan
dari dalam diri untuk membahagiakan orang yang ada di sekitar kita, minimal
dengan sesungging senyuman. Dan tentu saja dilanjutkan dengan sapaan tulus,
ucapan salam "Assalaamu'alaikum", menyembul dari hati yang ikhlas,
insyaallah ini akan membuat suasana menjadi lebih enak, tentram, dan menyenangkan.
---------------------------
Suatu yang patut
kita renungkan, saat duduk di mesjid sewaktu shalat berjemaah atau juga acara
majelis taklim, kadangkala kita suka enggan menyapa orang di samping kita,
sepertinya ada tabir atau benteng yang kokoh menghalang. Padahal yakin
sama-sama umat Islam, yakin sama-sama mau sujud kepada ALLAH. Kalau kita ada
dalam kondisi seperti ini seharusnya tidak usah berat untuk menyapa duluan.
Kenapa kita ini ingin disapa lebih dulu? Etikanya memang, yang muda kepada yang
tua, yang berdiri kepada yang duduk, yang datang kepada yang diam. Namun
sebaiknya mumpung kita punya kesempatan, lebih baik kita duluan yang menyapa.
Kalau kita sebagai
bapak, saat pulang kerja ke rumah cobalah terbarkan salam,
"Assalaamu'alaikum anak-anakku sekalian!" dibarengi senyuman ramah
dan belaian sayang, daripada marah-marah, "Anak-anak diam, Bapak lagi
capek! Seharian Bapak membanting tulang memeras keringat, tiada lain hanya
untuk menghidupi kalian tahu?".
Wah, kalau begini pastilah anak-anak tidak akan merasa aman.
Juga para bos,
pimpinan, direktur, manager, ketua kelas, wali kelas, atau siapa saja yang jadi
atasan, jangan sampai seperti monster. Apa itu monster? Yaitu makhluk yang
kehadirannya ditakuti. Kalau kita datang orang jadi tegang, panik, jantung
berdebar-debar kencang, dibarengi badan yang berguncang hebat, ini berarti ada
yang salah dalam diri kita. Maka, sudah seharusnya sapaan kita itu tidak hanya
mengoreksi, mengkritik, tapi juga berupa penghargaan, pujian, ucapan-ucapan doa
yang tidak harus ada hubungannya dengan masalah pekerjaan. Artinya kalau orang
lain bertemu kita, haruslah orang lain itu merasa aman.
Kalau mau bicara,
sapaan kita juga harus aman, harus bersih dari membuat orang lain terluka.
Pokoknya kalau orang lain datang, orang itu harus merasa aman. Ini ciri-ciri
orang yang pengelolaan Qalbunya sudah bagus. Kata-kata, lirikan mata, sikap
diri kita harus kita atur sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kebahagiaan
bagi orang lain, sebab hati tidak bisa disentuh kecuali oleh hati lagi.
Cobalah
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, anak-anak kita harus merasa aman dekat denga kita.
Jangan sampai ketika dekat kita, mereka merasa ketakutan, tidak aman, hingga
akhirnya mereka mencari rasa aman dengan orang-orang di luar kita, yang belum
tentu berperilaku baik. Para guru jangan sampai membuat panik para muridnya.
Ketika lonceng tanda masuk berdentang, haruslah murid merasa bahagia. Itu
sukses. Jangan sampai sebalikna, ketika kita masuk semua menjadi panik.
Sudah seharusnya
menjadi cita-cita jauh di lubuk hati kita yang terdalam untuk menekadkan diri
menjadi seorang pribadi bersih hati yang selalu dicintai dan dinanti
kehadirannya. Karena sungguh akan sangat berbahagia bagi orang-orang yang
sikapnya, tingkah lakunya, membuat orang disekitarnya merasa aman. Karena
perilaku kita adalah juga cerminan kondisi Qalbu kita. Qalbu yang bening, maka
tingkah lakunya akan bening menyenangkan pula. Hal ini tiada lain buah dari
pengelolaan Qolbu yang benar, Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar