Home


"Barangsiapa yang tidak mau bersabar mengecap pahitnya menuntut ilmu, niscaya sisa usianya akan berada dalam kebodohan... Dan barangsiapa yang bersabar dalam menuntut ilmu, niscaya ia akan memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat..." [Kitab Al Majmu' : 1/38]

Rabu, 20 Juni 2012

Benarkah Habib RS Cenderung Syi’ah?


PADA HARI SELASA tanggal 27 Maret 2012, sejumlah tokoh MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) bersilaturrahim ke kantor MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat, yang terletak di jalan Proklamasi nomor 51, Jakarta Pusat. Pada kesempatan itu, Farid Ahmad Okbah pakar syi’ah dari MIUMI membeberkan bukti-bukti kesesatan syi’ah, setidaknya yang terjadi di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, salah seorang pengurus MUI Pusat KH Anwar Abbas yang turut hadir mengatakan, sejauh ini memang ada upaya penjinakkan yang dilakukan pemerintah Iran kepada tokoh-tokoh Islam Indonesia dengan cara mengundang mereka datang ke Iran. Penjinakkan yang dimaksud, tentunya berkenaan dengan sikap tegas umat Islam yang memposisikan paham sesat syi’ah sebagai induk kesesatan, apapun jenis sektenya.
Upaya penjinakkan itu, seperti mendapat pembenaran dari Habib RS, yang pada 08 Mei 2006 lalu pernah diundang ke Iran oleh Ayatullah Taskhiri (Taqrib bainal Mazahib). Saat itu Habib RS tidak sendiri, ia bersama sejumlah ‘tokoh’ Islam seperti Dr Jose Rizal (Ketua MER-C), Dr Abdul Mukti (saat itu Ketua Pemuda Muhammadiyah), Ir M Iqbal (saat itu Wakil Sekjen Nahdlatul Ulama), penyanyi Hadad Alwi, ustadz Ustman Syahab Lc, dan Hasan Dalil Lc.
Pembenaran dimaksud, dapat ditemukan pada materi jawaban Habib RS saat diwawancarai oleh majalah SYIAR, Mei 2009, sebagai berikut:
“Ada beberapa kesan yang saya dapat dari kunjungan saya ke Iran. Sebagai Sunni Syafi’i, tentu kita punya pandangan sendiri tentang Syiah. Namun demikian, antara memandang Syiah dari jauh dengan memandang Syiah dari dekat itu beda. Dari jauh, Syiah itu begini dan begitu. Sedangkan bila dilihat dari dekat, ternyata tidak seperti itu. Setidaknya, kunjungan saya (ke Iran -red) itu akan melunturkan kebekuan. Tadinya mungkin kaku dan anti-dialog. Tapi setelah kunjungan itu, agak sedikit lebih cair dan terbuka. Yang kemarin tidak mau mendengar sekarang jadi mau mendengar. Yang kemarin mau menyerang kini mengajak dialog.”
Meski jawaban Habib RS (2009) atas pertanyaan yang diajukan majalah SYIAR tidak dimaksudkan sebagai ‘pembenaran’ terhadap dugaan yang dikhawatirkan KH Anwar Abbas (2012),  namun begitulah faktanya. Artinya, dugaan dan kekhawatiran KH Anwar Abbas sesungguhnya merupakan kenyataan yang sedang berlangsung. Dengan kata lain, upaya penjinakkan itu memang benar-benar terjadi.

Cenderung Syi’ah
Melalui berbagai pernyataannya yang pernah dipublikasikan berbagai media massa, tentunya bekenaan dengan syi’ah, sikap Habib RS bisa dinilai cenderung kepada syi’ah. Misalnya, ketika Habib RS diwawancarai oleh M. Turkan dari Islam Alternatif (Islat). Wawancara berlangsung di sela-sela silaturrahim dan seminar bertema Pergerakan Islam di Indonesia yang berlangsung di Kampus Universitas Imam Khomeini Qom, Iran, Mei 2006.
Ketika M. Turkan dari Islam Alternatif bertanya tentang kaitan konsep amar ma’ruf yang menjadi dasar bertindak FPI dengan tindakan penghantaman terhadap paham sesat Ahmadiyah, ketika itu Habib RS menjawab: “Kalau Ahmadiyyah itu memang kita harus bedakan, karena ada perbedaan dan ada penyimpangan. Kalau antara mazahib-mazahib Islamiyyah seperti Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi, termasuk Ja’fari, dan lain sebagainya, ini kita anggap termasuk di dalam lingkar perbedaan yang kita harus tenggang rasa juga berdialog…”
Jawaban Habib RS seperti itu, jelas khas jawaban para penganut syi’ah yang masih belum mau berterus terang dengan ke-SYI’AH-annya. Pertama, mereka memposisikan paham sesat syi’ah sebagai salah satu madzhab dalam Islam, yaitu madzhab Ja’fari. Kedua, perbedaan Islam (ahlussunnah wal jama’ah) dengan syi’ah (madzhab Ja’fari) masih bisa diselesaikan dengan dialog.
Padahal, kesesatan Ahmadiyah juga sebanding saja dengan kesesatan syi’ah. Ahmadiyah (Qadyan) selain menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW dan menjadikan TAZKIRAH sebagai kitab suci, tidak ada menjelek-jelekkan sahabat, memaki-maki sahabat, mengkafirkan sahabat, mengatakan malaikat Jibril salah alamat ketika memberikan wahyu yang seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib, tetapi kesasar kepada Muhammad bin Abdullah SAW.
Dalam kasus Ahmadiyah, Habib RS (sikapnya) sebagaimana Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Sedunia), tidak perlu repot-repot membedakan antara Qadiyani dan Lahore yang ‘hanya’ menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujadid semata. Pokoknya, Ahmadiyah itu sesuatu yang berada di luar Islam. Begitu juga dengan Inkarussunnah, Islam Jama’ah, dan sebagainya dinyatakan sudah keluar dari Islam.
Namun ketika membahas soal syi’ah, standard yang digunakan Habib RS berbeda: “…kita tidak bisa menggeneralisasi semua Syiah sesat atau semua Syiah tidak sesat…”
Perlu difahami, kalimat seperti yang dilontarkan Habib RS  ini, sering digunakan oleh kalangan pendukung syi’ah yang masih enggan mengakui ke-SYI’AH-annya, misalnya sebagaimana disampaikan oleh ustadz Husein Alatas (salah satu narasumber Radio Silaturahim/ Rasil) kepada jama’ahnya.
Di Radio Silaturahim (Rasil) selain ada ustadz Husein Alatas yang enggan disebut syi’ah, juga ada ustadz Zein Al-Hadi, salah satu ustadz syi’ah yang berkawan baik dengan Habib RS (menurut pengakuan RS sendiri): “…Ini sebagai gambaran umum dari apa yang saya terima dari Ustadz Hassan Daliel, Ustadz Othman Shihab, Ustadz Agus Abubakar, Ustadz Husein Shahab, Ustadz Zein Alhadi, dan banyak lagi ustadz-ustadz Syiah yang tidak perlu saya sebutkan satu persatu…” (wawancara dengan SYIAR).
Rasil sendiri dalam rangka menepis dugaan sebagian kalangan bahwa radio tersebut pro syi’ah, menyebutkan sejumlah tokoh yang dianggapnya dapat meyakinkan umat bahwa Rasil tidak pro syi’ah. Antara lain disebutkan Habib RS dan Jose Rizal Mer-C, sebagai narasumber mereka. Upaya itu jelas sia-sia. Karena, umat sudah sejak lama menduga kedua tokoh tadi cenderung kepada syi’ah. Jadi, penyebutan nama-nama tadi hanya memperkuat dugaan umat bahwa Rasil memang benar-benar pro syi’ah.
Adanya dugaan sebagian kalangan terhadap Habib RS yang dikatakan cenderung kepada syi’ah, sudah ada sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan, dugaan itu sudah muncul sejak 1998, ketika Habib RS namanya mencuat ke angkasa tinggi berkat kiprahnya yang melaksanakan ‘amar ma’ruf nahimunkar.
Pada tahun 2010, di situs resmi FPI, pernah dipublikasikan penjelasan bahwa FPI adalah organisasi amar ma’ruf nahimunkar yang berasaskan Islam dan ber-aqidah ahlussunnah wal jama’ah serta bermadzhab fiqih Syafi’i,  bukan syi’ah atau wahabi.
Dalam pandangan FPI, syi’ah ada tiga golongan, yaitu Ghulat, Rafidhoh, dan Mu’tadilah. Menurut FPI, syi’ah Ghulat tergolong kafir dan wajib diperangi. Karena, keyakinannya sudah menyimpang dari ushuluddin yang disepakati semua madzhab Islam. Misalnya, menjadikan Ali bin Abi Thalib RA sebagai nabi, bahkan Tuhan. Juga, meyakini bahwa Al-Qur’an sudah dirubah-ditambah-dikurangi (Tahrif).
Sedangkan syi’ah Rafidhoh, menurut FPI, meski tidak mempunyai keyakinan yang sama dengan syi’ah Ghulat, namun golongan ini cenderung melakukan penghinaan, penistaan, pelecehan secara terbuka baik lisan atau pun tulisan terhadap para Sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar RA dan Umar RA atau terhadap para isteri Nabi SAW seperti ‘Aisyah RA dan Hafshah RA. Syi’ah golongan ini menurut FPI hanya diberi label sesat (bukan kafir), namun wajib dilawan dan diluruskan.
Golongan syi’ah yang ketiga, menurut FPI, adalah syi’ah mu’tadilah yang hanya mengutamakan Ali bin Abi Thalib ra di atas para Shahabat Nabi lainnya (Abu Bakar ra, Umar Ibnul Khattab ra, Utsman bin Affan ra), dan lebih mengedepankan hadits riwayat ahlul bait daripada perawi hadits lainnya. Meski begitu, golongan syi’ah ketiga ini tidak segan-segan mengajukan kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan, begitu menurut FPI. Nah, syi’ah mu’tadilah inilah yang disebut sebagai salah satu madzhab dalam Islam (madzhab Ja’afari) yang konon juga diakui eksistensinya oleh Prof. DR. Yusuf Qardhawi. Kelompok syi’ah ini menurut FPI sebaiknya dihadapi dengan da’wah dan dialog, bukan dimusuhi.
Bila dari penjelasan FPI soal syi’ah yang begitu akomodatif, kemudian ada sekelompok orang yang membanding-bandingkannya dengan sikap FPI terhadap Ahmadiyah, kemudian mereka merasakan adanya standard ganda yang diterapkan FPI di dalam menyikapi kedua paham sesat tadi, maka jangan heran dari situ lahir cibiran atau tudingan bahwa FPI tebang pilih.
Penggolongan syi’ah sebagaimana teruraikan di atas, (disengaja ataupun tidak) justru menguntungkan penjaja paham sesat syi’ah. Karena, dua golongan di atas (Ghulat dan Rafidhoh) bisa saja mengaku-ngaku sebagai syi’ah mu’tadilah. Apalagi di dalam keimanan syi’ah konsep taqiyah merupakan ibadah. Akibatnya, umat Islam bakalan dikibulin terus oleh syi’ah jika tanpa waspada mau menerima syi’ah mu’tadilah (madzahab Ja’fari, menurut pembagian bikinan ini) sebagai bagian dari Islam.
Buktinya, Jalaluddin Rakhmat yang mengaku bukan syi’ah tetapi Su-Syi, dan merupakan tokoh utama Ijabi (ahlul bait), ternyata dalam pemahaman dan sikapnya tak bisa melepaskan diri dari berkeyakinan Ghulat dan bersikap Rafidhah. Hingga buku karangan Jalaluddin Rakhmat  pun dilarang di Malaysia, yakni berjudul “Tafsir Sufi Al-fatihah Mukadimah” terbitan PT remaja Rosdakarya, Bandung. (Tiga Buku Syiah Terbitan Indonesia Dilarang di Malaysia, 20 March 2012 | Filed under: Aliran Sesat,Dunia Islam,Featured,Syi’ah | Posted by: nahimunkar.com http://nahimunkar.com/11729/tiga-buku-syiah-terbitan-indonesia-dilarang-di-malaysia/)
Penjelasan dan penggolongan syi’ah sebagaimana tersebut di atas hanya memperkuat dugaan bahwa Habib RS memang cenderung kepada syi’ah. Kesesatan syi’ah yang sedemikian dahsyatnya masih bisa ia tolerir, sementara itu, kesesatan Ahmadiyah dan lain-lainnya (yang menurut pemahaman umat Islam sebanding dengan kesesatan syi’ah) disikapi begitu gegap gempita. (Ini sama sekali bukan karena membela Ahmadiyah dan lainnya, tetapi untuk membandingkan saja. Di samping sikap yang tebang pilih dalam menghadapi aliran sesat, masih pula perlu dipertahnyakan: Mana mungkin orang yang tidak cenderung kepada kesesatan (syiah) berkarib-karib dengan pentolan-pentolan syiah. Dari situ saja sebenarnya sudah jelas dan terang).
Penggolongan syi’ah tersebut di atas bagi sebagian kalangan justru akan ditafsirkan sebagai strategi dagang para penjaja paham sesat syi’ah. Mula-mula ditawarkan syi’ah yang mu’tadilah. Kelak kalau sudah berhasil, dinaikkan peringkatnya untuk menerima Rafidhoh. Terus ditingkatkan lagi hingga bisa menerima Ghulat. Dan bagaimanapun, syiah yang di sini jelas-jelas dari Iran yang di sana para ulama sunni (ahlus sunnah) dibunuhi, masjid-masjidnya dihancurkan dan madrasah-madrasahnya ditutup. KH Athian Ali da’I dari Bandung yang pernah ke Iran mengatakan, pihak kedutaan Indonesia di Teheran mau mengadakan shalat Jum’at saja dihalang-halangi di sana. Hingga hanya dapat dilaksanakan sekitar 20-an orang di dalam kedutaan itu, karena memang dihalangi.
Lagi pula, bila syi’ah (mu’tadilah) itu sama saja dengan Islam, mengapa mereka harus mengutamakan Ali bin Abi Thalib ra dibanding Khulafaur Rasyidin lainnya? Mengapa pula mereka lebih mengutamakan hadits riwayat ahlul bait ketimbang perawi hadits lainnya. Lantas, yang mereka maksud dengan ahlul bait itu apakah termasuk ‘Aisyah ra istri Rasulullah? Dalam pemahaman umat Islam yang belum terkontaminasi paham sesat syi’ah laknatullah, ahlul bait adalah keluarga Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi Muhammad itu sendiri, istri-istri beliau, dan anak-anak beliau dan kerabat beliau. Istilah Ahlul Bait adalah istilah syar’i dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim. Berikut  ini kutipan dari sebuah uraian tentang Ahlul Bait.

SIAPAKAH AHLUL BAIT ITU ?
Sebelum kita membahas tentang Ahlul bait secara detail dan yang memusuhi meraka, sepantasnyalah kita mengenal terlebih dahulu siapakah sebenarnya Ahlul bait itu ?
Secara bahasa, kata الأَهْل berasal dari أَهْلاً وَ أُهُوْلاً أَهِلَ – يَأهَلُ = seperti أَهْلُ المْكَاَن berarti menghuni di suatu tempat [1] . أَهْلُ jamaknya adalah أَهْلُوْنَ وَ أَهْلاَتُ وَ أَهَاِلي misal أَهْلُ الإِسْلاَم artinya pemeluk islam, أَهْلُ مَكَّة artinya penduduk Mekah. أَهْلُ الْبَيْت berarti penghuni rumah [2]. Dan أَهْلُ بَيْتِ النَّبي artinya keluarga Nabi yaitu para isrti, anak perempuan Nabi serta kerabatnya yaitu Ali dan istrinya.[3]
Sedangkan menurut istilah, para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat tentang Ahlul Bait bahwa mereka adalah keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharamkan memakan shadaqah [4]. Mereka terdiri dari : keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil, keluarga Abbas [5], keluarga bani Harist bin Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan anak anak mereka.[6]
Memang ada perselisihan, apakah para istri Nabi termasuk Ahlul Bait atau bukan ? Dan yang jelas bahwa arti Ahlu menurut bahasa (etimologi) tidak mengeluarkan para istri nabi untuk masuk ke Ahlul Bait, demikian juga penggunaan kata Ahlu di dalam Al-Qur’an dan hadits tidak mengeluarkan mereka dari lingkup istilah tersebut, yaitu Ahlul Bait.
Allah berfirman :
وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan taatlah kalian kepada Allah dan rasulNya,sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan rijs dari kalian wahai ahlul bait dan memberbersihkan kalian sebersih-bersihnya. [Al-ahzab : 33]
Ayat ini menunjukan para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahlul Bait. Jika tidak, maka tak ada faidahnya mereka disebutkan dalam ucapan itu (ayat ini) dan karena semua istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait sesuai dengan nash Al Quran maka mereka mempunyai hak yang sama dengan hak-hak Ahlul Bait yang lain. [7]
Berkata Ibnu Katsir: “Orang yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait [8]” dan ini merupakan pendapat Imam Al-Qurtuby, Ibnu Hajar, Ibnu Qayim dan yang lainnya. [9]
Ibnu Taimiyah berkata: “Yang benar (dalam masalah ini) bahwa para istri Nabi adalah termasuk Alul Bait. Karena telah ada dalam hadits yang diriwayatkan di shahihaini yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari lafadz bershalawat kepadanya dengan:
الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ أَزْوَاجِهِ وَ ذُرِّيَتِهِ (صحيح البخارى)
Ya Allah berilah keselamatan atas muhammad dan istri-istrinya serta anak keturunannya. [Diriwayatkan Imam Bukhari]
Demikian juga istri Nabi Ibrahim adalah termasuk keluarganya (Ahlu Baitnya) dan istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Luth juga termasuk keluarganya sebagaimana yang telah di tunjukkan oleh Al Quran. Maka bagaimana istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [2] bukan termasuk keluarga beliau ? !
Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa keluarga Nabi adalah para pengikutnya dan orang-orang yang bertaqwa dari umatnya, akan tetapi pendapat ini adalah pendapat yang lemah dan telah di bantah oleh Imam Ibnu Qoyyim dengan pernyataan beliau bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang di haramkan shadaqah.

PERBEDAAN AHLUL BAIT DALAM ISTILAH SYAR’I DENGAN VERSI SYIAH ?
Setelah kita mengetahui siapa sebenarnya Ahlul Bait itu, perlu kita pahami bahwa istilah Ahlu Bait merupakan istilah syar’i yang dipakai dalam Al Quran maupun As Sunnah dan bukan merupakan istilah bid’ah. Allah berfirman tentang para istri Nabi :
وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan taaitlah kalian kepada Allah dan RasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan memberbersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzab : 33]
Berkata syaikh Abdurrahman As Sa’di : Makna rijs adalah (Ahlul bait di jauhkan) segala macam gangguan, kejelekan dan perbutan keji.[13]
Allah berfirman memerintah para istri Nabi :
وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ
Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu). [Al Ahzab : 34]
Ibnu Katsir berkata: “yaitu kerjakanlah dengan apa yang di turunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasulnya berupa Al Quran dan As sunnah di rumah-rumah kalian.
Berkata Qotadah dan yang lainnya “dan ingatlah dengan nikmat yang di khususkan kepada kalian dari sekalian manusia yaitu berupa wahyu yang turun ke rumah-rumah kalian tanpa yang lain. [14]
Dalam sebuah hadis juga di jelaskan :
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قاَلَ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلىالله عليه و سلم يَوْمًا خَطِيْبًا (فَقَالَ): أَذْكُرُكُمُ اللهَ فيِ أَهْلِ بَيْتيِ –ثلاثا- فَقَالَ حُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَْيدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حَرُمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قاَلَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آَلُ عَلِيْ و آَلُ عُقَيْلٍ وَ آلُ الْعَبَاسِ قَالَ أَكُلُّ هَؤُلاَءِ حَرُمَ الصَّدَقَة ؟ قَالَ: نَعَمْ (صحيح مسلم 7/122-123)
Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka, beliau menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.  Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat ? Zaid menjawab Ya… [Shahih muslim 7/122-123]
Dari sini jelas penggunaan istilah Ahlul Bait adalah istilah syar’i dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim
Sedangkan Ahlul Bait menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya, Hasan-Husein bin Ali dan putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun mereka menyeru kepada kebenaran. Orang Syiah menganggap bahwa Khulafaur rasyidin adalah para perampas kekuasaan Ahlul Bait sehingga mereka mengkafirkan semua Khalifah, bahkan semua pemimpin kaum muslimin [15]. Tidak di ragukan lagi, bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Maka kita katakan bahwa membatasi Ahlul bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan- Husein bin Ali serta Fatimah, yang keduanya adalah anak Sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada sandaran yang benar baik dari Al-Quran maupun As sunnah. Sesungguhnya pembatasan ini adalah merupakan perkara bid’ah yang tidak di kenal oleh ulama salaf sebelumnya.
Anggapan ini sebenarnya hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah karena dendam kesumat serta kedengkian mereka terhadap Islam dan Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga orang- orang Syiah sejak zaman sahabat tidak menginginkan kejayaan Islam dam kaum muslimin, dan di kenal sebagai firqoh yang ingin merongrong Islam dan ingin menghancurkannya dengan segala cara dan salah satu cara mereka adalah berlindung di balik slogan cinta ahli bait Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun secara hakikat sebenarnya merekalah yang membenci dan memusuhi mereka.[i]
***
Indikasi lain yang menunjukkan bahwa Habib RS cenderung kepada syi’ah bisa ditemukan dari pernyataan dia ketika diwawancarai oleh Islam Alternatif: “…antum perlu tahu bahwa Imam Syafi’i ra dulu saking cintanya kepada Ahlilbayt dituduh Rafidhi, lalu apa jawaban Imam Syafi’i: ‘Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhi (Syiah), maka saksikanlah wahai ats-Tsaqolaan (jin dan manusia) bahwa aku adalah Rofidhi’…”
Menangapi hal itu, perlu diketahui, penggalan kalimat di atas (‘Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhi (Syiah), maka saksikanlah wahai ats-Tsaqolaan (jin dan manusia) bahwa aku adalah Rofidhi’) sering digunakan kalangan penganut syi’ah untuk meyakinkan umat Islam bahwa Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi saja, berpaham syi’ah rafidhoh. Sedang oleh orang yang cenderung syiah dan berkarib-karib dengan para pentolan syiah namun dirinya tidak mengaku syiah, kalimat itu dimaksudkan sebagai tameng di depan kaum ahlus sunnah apalagi syafi’iyyah. Jadi agar kedekatannya dengan syiah tidak dianggap apa-apa.
Itu sebagaimana perkataan orang khawarij Haruriyah yang mengatakan laa hukma illaa lillaah, tiada hukum kecuali bagi Allah, lalu diucapi oleh Ali bin Abi Thalib: kalimatu haqqin uriida bihaa bathilun (perkataan benar tetapi yang dimaksudkan dengannya adalah kebatilan).[ii]
Kenapa ucapan Imam syafi’I ketika dikutip oleh orang itu kemudian dikomentarai seperti ini? Ya tidak lain karena sikapnya yang tebang pilih terhadap aliran sesat, dan akrabnya dengan para pentolan syiah itu tadi, bahkan memasukkan apa yang dia sebut mazhab Ja’fari (padahal dikatakannya di Iran), syiah digolongkan sebagai mazhab belaka sebagaimana mazhab hanafi, maliki, Sya;fi’I, dan Hanbali. Padahal dalam aqidah maupun pelaksanaan nyata, syiah Iran walau dia sebut Ja’fari, sebegitu dendamnya terhadap Islam. Hingga Abu Lu’lu’ah orang majusi yang membunuh Khalifah Umar bin Khatthab ra justru oleh syiah Iran dijuluki Baba Syuja’uddin (bapak pahlawan agama yang pemberani) yang julukan itu ditulis jelas di pintu gerbang kuburannya, dan kuburannya itu dikeramatkan di sana.
Jadi dengan berbagai indikasi itu maka tepatlah perkataan Ali bin Abi Thalib: kalimatu haqqin uriida bihaa bathilun di sini disematkan kepada pengutip perkataan Imam Syafi’I tersebut.
Bagaimana Sebenarnya syair Imam Syafi’I itu?
Penggalan kalimat itu, merupakan penggalan syair Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi yang persisnya sebagai berikut:
إن كان رفضاً حبُّ آلِ محمدٍ … فليشهدِ الثقلانِ أَني رافضي
Jika benar Syi’ah Rafidhah itu adalah cinta keluarga Muhammad…
maka hendaklah jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah orang Syi’ah Rafidhoh.
Kalangan syi’ah (rafidhoh) menyangka bahwa Imam As-Syafi’i mendukung mereka, padahal syair itu justru merupakan ledekan Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi kepada kalangan syi’ah yang suka berdusta dan tidak benar-benar mencintai keluarga Muhammad SAW.
Sejatinya, gaya bahasa dengan menggunakan untaian kata “jika benar” (إن كان) merupakan penolakan bukan kesaksian, antara lain sebagaimana bisa dilihat pada QS Az-Zukhruf ayat 81:

قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ(81)
Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).
Gaya bahasa seperti itulah yang digunakan dalam syair Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi. Dalam surat Az-Zukhruf ayat 81 di atas, untaian kata “jika benar” digunakan untuk menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah itu justru tidak mempunyai anak. Begitu juga dengan untaian kata pada syair Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi, justru untuk menunjukkan bahwa syi’ah (rafidhoh) tidak benar-benar mencintai keluarga Muhammad SAW. (lihat tulisan berjudul Ente Syi’ah? di nahimunkar.com http://nahimunkar.com/71/ente-syi%E2%80%99ah/)
Selama ini umat Islam memang serba salah menyikapi sosok Habib RS yang sudah terlanjur diposisikan sebagai pembela Islam. Seolah-olah bila berhadapan dengan Habib RS, sama dengan melawan pembela Islam. Padahal, Habib RS hanyalah manusia biasa yang bisa salah, bukan hanya kesalahan ‘teknis’ menerapkan standard ganda untuk kasus kejahatan seksual dan sebagainya, tetapi boleh jadi kesalahan itu menghunjam ke jantung akidah. Ini perlu diluruskan. Sesungguhnya, mereka yang TAKUT kepada ALLAH tidak akan pernah takut kepada MANUSIA. Sedangkan mereka yang masih TAKUT kepada MANUSIA, boleh jadi bila menggantikan ketakutannya kepada Allah maka dikhawatirkan jurusannya mengarah ke dalam lembah kemusyrikan. Apalagi manusia saja manusia syiah Iran yang dendam pada Islam. Na’udzubillahi min dzalik!
(haji/tede/nahimunkar.com)
***
________________________________________
[i] Oleh Ahmad Hamidin As-Sidawy
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat kamus mu’jamul wasit hal : 31.
[2]. Lihat kamus lisanul arab 1/253.
[3]. Lihat kamus muhit : 1245
[4]. Sebagaimana di riwayatkan oleh imam muslim dari zaid bin arqom ketika hushain bin sibrah bertanya kepadanya tentang Ahlul bait Nabi Shalal (lihat shahih muslim 7/122-223)
[5]. Lihat kitab taqrib baina Ahlus sunnah was syiah oleh Dr. Nashir bin Abdillah bin Ali Al-qafary 1/102 dan syarah Aqidah washitiyah oleh kholid bin Abdillah Al- muslikh hal. 189.Majmu’ fatawa 28/492
[6]. Lihat minhajus sunnah An-nabawiyah 7/395
[7]. Lihat majmu fatawa 17/506.
[8]. Lihat tafsir Al Qur ‘an Al-Adzim 3/506
[9]. Seperti di nukil oleh Dr. nashir bin Abdillah bin Ali Al-qofari dalam kitabnya masalatu taqrib bainas sunnah wa syiah.1/ 103-105.
[10] Lihat syarah fathhul bari 6/408
[11],Lihat Syarah Aqidah wasyityah oleh syeikh kholid bin Abdillah Al-muslikh hal : 190.
[12]. Lihat jala’ Al-afham hal : 126
[13]. Lihat tafsir karimir rahman .2/916
[14]. Lihat tafsir Al Quran Al-Adzim 3/635.
[15]. Lihat Ushul madhab Syiah karya Dr. nahir bin Abdillah bin Ali Al-qafary : 1/735-758
 مجموع الفتاوى – (ج 28 / ص 495)
 وَفِي مُسْلِمٍ أَيْضًا ” عَنْ عُبَيدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ كَاتِبِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الحرورية لَمَّا خَرَجَتْ وَهُوَ مَعَ عَلِيٍّ قَالُوا : لَا حُكْمَ إلَّا لِلَّهِ . فَقَالَ عَلِيٌّ : كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ
Nahi Mungkar…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar