Beberapa waktu yang lalu, pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina
bersepakat akan memerangi terorisme secara bersama. Berkaitan dengan hal ini,
Perdana Menteri Malaysia yaitu Mahathir Muhammad menyatakan bahwa momentum
perjanjian ini tepat, sebab saat ini ada upaya-upaya untuk membentuk Negara
Islam Raya (Kompas, 8/5/2002).
Pernyataan yang disampaikan di forum resmi oleh orang sekaliber
Mahathir, tentu, bukan sekadar basa-basi. Oleh sebab itu, pernyataan tersebut
merupakan inti dilakukannya persetujuan memerangi terorisme tersebut, di
samping semakin memperjelas bahwa yang hendak diperangi dan dicap sebagai
'teroris' adalah Islam dan umatnya yang hendak menjalankan syariatnya dalam
kehidupan.
• Hubungan Penghambatan Syariat Islam dengan
Isu Terorisme
Seperti dimaklumi, isu memberantas terorisme digunakan oleh pihak-pihak
yang memusuhi Islam sebagai tameng untuk menghancurkan Islam dan peradabannya.
Laju Islam dicoba untuk dihentikan sekuat tenaga oleh Barat dan musuh-musuhnya.
Cahaya terang Islam dicoba untuk diredupkan.
Dihembuskannya RUU Anti-terorisme tidak dapat dipisahkan begitu saja
dengan upaya penghambatan terhadap tegaknya syariat Islam yang banyak dituntut
masyarakat. Hal ini antara lain diindikasikan oleh dua hal :
Pertama, latar belakang
dibuatnya RUU Antiteroris atas dasar desakan anti-Islam. Awalnya adalah
terjadinya peledakan Gedung WTC, 11 September 2001 lalu. Semua tahu bahwa yang
diklaim teroris oleh AS adalah Islam. Sejak itu, Amerika mendesak semua negara
untuk membuat undang-undang antiterorisme. Jadi, UU tersebut ditujukan dalam
rangka memberangus Islam.
Kedua, kandungan UU Anti-teroris. Dalam UU Anti-teroris yang ada
di Kanada, Turki, dan Malaysia, misalnya, terdapat banyak kemiripan. Di
Indonesia, sekalipun belum menjadi undang-undang, dalam rancangannya terdapat
pula banyak kemiripan. Di sana antara lain disebutkan bahwa terorisme adalah
tindakan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berlatar
belakang dan atau bertujuan politik. Salah satu bentuknya adalah menghilangkan
kebebasan pribadi atau menciptakan rasa takut pada masyarakat luas.
Pihak yang menafsirkan hal tersebut adalah polisi, tentara, kejaksaan,
dan badan intelijen. Tentu saja 'penafsiran' tersebut tidak lepas dari
kepentingan mereka. Padahal, sekali orang ditangkap dengan dalih terorisme maka
ia tidak akan dapat melakukan pembelaan. Sebab, ia tidak boleh didampingi oleh
siapapun, termasuk advokat (pengacara). Jadi, tuduhan itu dapat dengan leluasa
ditafsirkan secara fleksibel oleh mereka.
Sebagai contoh, di Turki, adzan dengan menggunakan pengeras suara harus
seizin warga di sekitarnya. Bila tidak, dapat dikenai sanksi. Sebab, tindakan
tersebut dipandang menghilangkan kebebasan pribadi orang lain untuk menikmati
istirahat atau tidur malam dengan lelap.
Tidak menutup kemungkinan pula bahwa klausul 'menciptakan rasa takut
pada masyarakat luas' digunakan justru untuk menghentikan amar makruf nahi
mungkar. Sekarang, para kiai, ustadz, dan ulama yang ikhlas masih terus dengan
lantang menentang kemungkaran. Masyarakat disadarkan dengan ucapan disertai
kabar gembira jannah dan berita menakutkan tentang neraka. Orang-orang menjadi
tidak berani melakukan bukan karena tidak ingin melakukan, melainkan karena
takut melakukan.
Pernyataan bahwa jilbab itu wajib, shaum itu wajib, makan pada siang
hari Ramadhan itu haram, riba itu haram karenanya jangan dilakukan, taat total
pada aturan-aturan Allah Ta’ala itu mutlak, dan seterusnya dapat saja dimaknai
sebagai menghilangkan kebebasan orang lain. Sebab, mereka menjadi tidak dengan
bebas melakukan apa saja yang dikehendaki hawa nafsunya disebabkan oleh adanya
kaum Muslim yang sadar dan siap mengingatkan serta melakukan amar makruf nahi
mungkar. Bila hal ini terjadi maka nanti aktivitas seperti itu dapat saja
dikategorikan sebagai menciptakan rasa takut masyarakat. Ditangkaplah para
ustadz, kiyai, dan ulama yang betul-betul bertakwa itu. Saat ini, indikasi
penafsiran seperti itu banyak sekali. Kasus-kasus penangkapan terhadap beberapa
tokoh Islam beberapa waktu lalu menunjukkan hal ini.
Jelaslah, terdapat hubungan yang saling terkait antara upaya menghambat
penegakkan syariat Islam dan isu terorisme dengan dibuatnya RUU Anti-terorisme.
Arahnya satu: “menghambat tegaknya Islam dengan menudingnya sebagai aktivitas
terorisme.”
Benar, menggunakan kekerasan dengan merusak fasilitas umum dan
mengganggu masyarakat itu bertentangan dengan syariat Islam. Namun, RUU
Anti-terorisme itu bukan sekadar ditujukan bagi mereka yang menggunakan
kekerasan, tetapi justru dibuat untuk dibidikkan bagi siapapun (termasuk yang
tidak melakukan kekerasan) yang berupaya mengubah kezaliman penguasa dengan
menegakkan aturan-aturan Islam. Persoalan tuduhan melakukan kekerasan pun
dengan mudah dapat mereka rekayasa.
Melihat hal di atas, tampak bahwa kegairahan umat Islam dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai yang disyariatkan oleh Islam -berupa penerapan
syariat Islam secara kaffah- dibayang-bayangi dengan kekuatan besar yang
berfungsi sebagai perusak lagi pembunuh massal. Siapapun yang berniat untuk
mendakwahkan Islam kemudian dicap sebagai fundamentalis-teroris yang layak
untuk dimusnahkan.
Di dalam Al Qur’an Al Karim Alloh Ta’ala telah mensifati orang-orang
neriman dengan berfirman :
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ
فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka
ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia (orang kafir) telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada
mereka.” Namun, perkataan itu malah menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung.” (QS Ali 'Imrân [3]: 173).
Karenanya, melihat realitas demikian orang-orang beriman tidak akan
bergeming sedikitpun. Sebaliknya, keimanan mereka semakin kuat dan perjuangan
terus dilanjutkan demi kejayaan Islam, umat Islam serta manusia secara
keseluruhan dengan tegaknya Islam. Untuk itu, ada dua hal yang layaknya menjadi
titik fokus yang harus selalu menjadi perhatian, yaitu syariat Islam dan RUU
Anti-terorisme.
Agenda Pertama: Penerapan Syariat Islam
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kebangkitan Islam semakin dapat
dirasakan pada akhir-akhir ini di seluruh lapisan masyarakat. Saat ini
masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kata-kata Islam. Sebagian besar
masyarakat sudah tidak canggung lagi untuk menunjukkan diri, berpolapikir atau bahkan
berperilaku berdasarkan tuntunan Islam.
Sebagai contoh, ketika perekonomian Indonesia porak-poranda diterjang
badai krisis moneter, justru perbankan berbasis syariah-lah yang mampu bertahan
bahkan mampu membukukan keuntungan yang luar biasa di atas runtuhnya bank-bank
konvensional. Keberhasilan tersebut akhirnya menjadi batu pemantik bagi
bank-bank konvensional mengembangkan sayapnya membuka layanan syariah bagi
umat.
Kesadaran tersebut semakin mengkristal dengan semakin berkembangnya
wacana penerapan syariat Islam hampir di seluruh wilayah Indonesia. Banyak
propinsi, kabupaten, kota, bahkan wilayah tertentu berniat dan berupaya
menyandarkan pokok-pokok perundangannya pada Islam. Suasana islami ingin segera
diwujudkan. Terlepas apakah penerapannya secara menyeluruh (kâffah) ataukah
sebagian saja, namun yang perlu dicermati, semangat untuk menjadikan Islam
sebagai penuntun hidup dan pedoman dalam meniti kehidupan tampak semakin
disadari oleh masyarakat luas, bukan hanya pada level bawah (masyarakat awam)
namun juga pada level atas (pemimpin dan politikus).
Fenomena di atas menunjukkan kepada kita semua bahwa telah terjadi
pergeseran pemikiran umat dalam memahami Islam. Saat ini Islam bukanlah
dipahami sebagai agama ritual belaka namun lebih dari itu, yaitu sebagai way of
life. Islam sekarang dipersepsikan sebagai mabda', yaitu 'aqîdah 'aqliyyah yang
melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan (nizhâm).
Artinya, Islam merupakan aturan atau pedoman yang menyeluruh tentang
dunia, sebelum dunia, setelah dunia, hubungan antara dunia dengan sebelum dunia
dan hubungan antara dunia dengan kehidupan sesudah dunia. Islam telah dipahami sebagai
pengatur seluruh aspek kehidupan baik pribadi, keluarga, masyarakat, maupun
negara. Yang menyangkut persoalan ibadah, akhlak, sosial, politik, ekonomi, dan
budaya.
Saat ini, syariat Islam oleh sebagian besar umat Islam telah disadari
sebagai satu-satunya pemecah problematika yang sekarang membelit umat.
Kerinduan kaum Muslim untuk diatur dengan syariat Islam semakin membara. Oleh
sebab itu, setiap komponen Islam tidak boleh berbeda sikap tentang kewajiban
menegakkan syariat Islam ini, lalu menyatukan umat Islam sedunia dengan akidah
dan syariat Islam tersebut.
Agenda Kedua: Mewaspadai RUU Antiterorisme
Seperti telah disebut, salah satu penghalang untuk merintangi lajunya
Islam adalah undang-undang anti-terorisme yang dibidikkan kepada umat Islam.
Konsekuensi logisnya, saat berbicara tentang syariat Islam, kita tidak dapat
mengabaikan begitu saja persoalan undang-undang anti-terorisme tersebut.Hal ini
karena beberapa alasan, antara lain :
Pertama, Undang-undang anti-terorisme ini merupakan pesanan
negara kafir Barat pimpinan AS. Sejak hancurnya Gedung WTC, AS terus mendesak
semua negara, termasuk negeri-negeri Muslim, untuk membuat undang-undang
tersebut. Kalau demikian, jangan berharap mereka membiarkan isi undang-undang
tersebut hampa dari kepentingan mereka. Bahkan, penjadwalan utang saja selalu
dikait-kaitkan dengan undang-undang ini.
Kedua, Undang-undang ini secara terselubung ditujukan untuk umat
Islam yang tengah gencar memperjuangkan tegaknya aturan Islam.
Ketiga, dengan undang-undang seperti ini, umat Islam akan
kembali ke masa kekejaman Orde Baru, bahkan lebih dari itu.
Keempat, sifatnya yang mendunia menjadikan undang-undang ini
lebih berbahaya daripada undang-undang antisubversi yang telah dicabut itu.
Seseorang yang diklaim sebagai 'teroris' dapat dikejar terus di setiap negara
manapun.
Berdasarkan hal tersebut, kaum Muslim perlu betul-betul menaruh
perhatian terhadap RUU Anti-terorisme ini, jangan sampai baru menyesal setelah
terjadi.
Karena sifatnya sebagai UU pesanan, besar kemungkinan akan disetujui
oleh wakil rakyat. Bila undang-undang yang menjadikan umat Islam sebagai
sasaran tembak itu lolos, maka yang rugi semuanya. Umat akan mengetahui
bagaimana sikap penguasa dan wakil rakyat terhadap putra-putri bangsanya
sendiri. Sejatinya kalaupun ada, UU Anti-terorisme itu adalah dalam rangka
menghadapi terorisme negara, terorisme terhadap Islam, dan terorisme asing;
bukan sebaliknya.
·
Tipudaya Musuh Islam Akan
Hancur
Tipudaya untuk menghalang-halangi Islam merupakan sunatullah. Setiap
perjuangan selalu ada halangannya. Dahulu, betapa Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wasalam dihadapkan
pada berbagai makar kaum kafir yang membenci Islam.
Siapapun yang menghayati sirah Rasul akan menemukan bahwa beliau
menghadapi berbagai tantangan dalam memperjuangkan Islam. Bentuknya sangat
beragam. Pertama, berupa bujuk rayu. Rasulullah pernah ditawari
kekuasaan, harta, dan wanita; dengan syarat, menghentikan dakwah Islamnya.
Namun, beliau menolaknya mentah-mentah. Beliau memilih meneruskan upaya
menegakkan hukum Allah Ta’ala.
Kedua, berupa intimidasi. Beliau dituduh gila dan tukang syair
yang ahli berkata-kata. Tujuannya agar orang-orang tidak menerima Islam sebagai
sistem kehidupan. Allah Ta’ala. mengabadikan hal ini dalam firman-Nya:
وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Mereka berkata, “Wahai orang yang diturunkan kepadanya (Muhammad)
adz-Dzikr (al-Quran), sungguh engkau benar-benar gila.” (QS al-Hijr [15]: 6).
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
Mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan tuhan-tuhan kami hanya
demi seorang penyair yang gila.” (QS Ash Shâffât [37]: 36).
Namun menghadapi hal ini semua, Nabi Sholallohu ‘alaihi wasalam
tetap tidak gentar. Laju perjuangan terus dilanjutkan tanpa pernah bergemih
sedikitpun.
Ketiga, ancaman fisik. Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wasalam diancam
untuk diculik, dipenjarakan, bahkan dibunuh. Al-Quran mengabadikan hal ini :
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ
أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“(Ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya
terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakan, membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipudaya dan Allah menggagalkan tipudaya itu.
Allah adalah sebaik-baik Pembalas tipudaya.” (QS al-Anfâl [8]: 30).
Lagi-lagi, hal ini tidak meng-goyahkan keyakinan beliau akan
kemenangan. Beliau yakin bahwa tipudaya musuh Islam itu akan hancur dengan
sendirinya. Allah Rabbul 'آlamîn berfirman:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Mereka membuat makar dan Allah pun membuat makar. Allah-lah
sebaik-baik Pembuat makar.” (QS Ali Imrân [3]: 54).
Jelas sekali, Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wasalam. dihadapkan
pada berbagai tantangan, konspirasi kafir-munafik, dan ancaman. Namun,
kemenangan ada di tangan beliau. Itulah janji Allah Ta’ala kepadanya. Demikian
pula janji itu akan diberikan kepada umat Islam, jika kaum Muslim mengikuti jalan
yang ditempuh oleh Nabi Sholallohu ‘alaihi wasalam.
Wahai Kaum Muslim…..
Seruan ini kami kumandangkan kepada seluruh kaum Muslim di negeri ini,
baik teknokrat maupun militer, partai maupun non-partai, mahasiswa maupun
pengangguran, majikan maupun buruh, petani dan nelayan, para ulama dan para
santri, para budayawan, wartawan dan cendekiawan, serta para bisnisman dan
hartawan. Marilah kita bersama-sama menyatukan langkah menuju ridha Ilahi serta
menjaga persatuan dan kesatuan kaum Muslim agar tidak mudah dimain-mainkan oleh
kekuatan kufur dan para sekutunya. Ingatlah dengan pesan yang disampaikan oleh
Alloh Ta’ala, melalui ayatnya yang agung :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Berpegang teguhlah kalian pada tali agama Allah dan janganlah bercerai
berai.” (QS Ali Imran [3]: 103).
Wallohu
a’lam bishowab….
siip Allahu akbar
BalasHapus