Home


"Barangsiapa yang tidak mau bersabar mengecap pahitnya menuntut ilmu, niscaya sisa usianya akan berada dalam kebodohan... Dan barangsiapa yang bersabar dalam menuntut ilmu, niscaya ia akan memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat..." [Kitab Al Majmu' : 1/38]

Selasa, 06 Maret 2012

Keluar Darah Haid Setelah Berusia Lima Puluh atau Tujuh Puluh Tahun

Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh
  • Pertanyaan Pertama.
Bagaimanakah hukumnya jika haidh masih datang setelah umur lima puluh tahun ?

Jawaban :
Yang benar adalah bahwa haidh tidak dibatasi dengan usia lima puluh tahun, bahkan jika terus mengeluarkan darah pada waktu putarannya, dengan sifat darah haidh dan sesuai dengan masa haidhnya, maka berarti wanita itu sedang dalam masa haidh. Akan tetapi jika wanita itu telah lama tidak mengalami haidh setelah umur lima puluh tahun, maka darah yang keluar itu tidak dianggap darah haidh akan tetapi dianggap darah penyakit.

Adapun ucapan 'Aisyah Radhiyallahu a'nha : "Jika seorang wanita telah mencapai umur lima puluh tahun,
maka ia telah keluar dari batas waktu haidh". Ucapannya ini disebutkan oleh Ahmad, ucapan Aisyah ini berita
yang menggambarkan tentang kondisi wanita pada umumnya. Hal ini ia ucapkan untuk melakukan sikap
mawas diri terhadap pokok-pokok syariat, karena pada dasarnya darah yang keluar itu tetap dianggap haidh
kecuali ada dalil yang menyatakan bahwa darah itu bukan darah haidh.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 2/96]


Oleh : Syaikh Abdurrahman As-Sa'di
  • Pertanyaan Kedua :
Jika seorang wanita telah mencapai umur tujuh puluh tahun kemudian keluar darah seperti darah haidh, apakah ia harus berhenti shalat ?

Jawaban :
Wanita yang telah mencapai umur tujuh puluh tahun kemudian keluar darah seperti darah haidh dan tidak bisa
dibantah bahwa darah itu adalah darah haid, maka tidak diragukan lagi bahwa ia harus meninggalkan shalatnya, karena pendapat yang benar adalah bahwa keluarnya darah haidh itu tidak ada batasan umur termuda juga tidak ada batasan umur tertuanya, dan hukum darah tersebut adalah hukum darah haidh.
[Al-Majmu'ah Al-Kamilah Li Mu'allafat Asy-Syaikh Ibnu As-Sa'di, 7/98]
[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang
Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Terbitan Darul Haq]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar