“iih, sombong bangat sih kamu, ni. diajak jabat tangan aja gak mau. Ni kan hari lebaran, harusnya kita tu saling maaf-maafan, biar gak banyak dosa..”. itulah kalimat yang sering menghujani dan membanjiri telinga para remaja muslim, khususnya yang baru awal-awal ikut kajian islami atau para anak pondok pesantren saat mereka merayakan idul fitri, lantaran tidak mau diajak jabatan tangan oleh lawan jenisnya. Dan akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya memilih mengurung diri dirumah dan mengisi waktu kekosongan dengan menonton TV yang tak jalas apa acaranya. Sayang sekali, ya. Mereka rela mengorbankan waktu yang begitu mulia untuk bersilaturohmi, lantaran terbayang dengan perasaan takut kalau nanti ada orang yang mengatainya dan membuat keyakinannya goyah.
Padahal kalau kita boleh jujur, sebenarnya dari kedua belah pihak tidak ada yang bisa disalahkan, lho. Kenapa demikian..??. Nah coba kita teliti, pihak pertama hanya ingin memaknai lebaran dangan saling memberi maaf dan menyambung tali silaturahmi, yang salah satunya diwujudkan dengan berjabat tangan. Sedang pihak kedua berpendapat bahwa memberi maaf tidak harus dengan menjabat tangan, karena itu bertentangan dengan ajaran islam yang mereka pahami. Tu..kan beneran, mereka gak salah..
Namun, hal yang perlu dibenahi dari kasus ini adalah sikap yang diambil masih-masing pelaku yang terkesan kurang tepat. Bukan bermaksud membela salah satu pihak ni, tapi Kalo diselidik lebih jauh, sebenarnya alasan dari kengganan mereka ketika diajak jabatan tangan bukanlah karena menganggap orang lain najis, kotor atau karena pingin sok alim, melainkan barsandar dari keterangan yang telah dijelaskan dan dipraktekkan sendiri oleh nabi kita yang mulia sebagai suri tauladan bagi kita, diantara riwayat yang menerangkan hal demikian adalah..
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُ النِّسَاءَ بِالْكَلَامِ بِهَذِهِ الْآيَةِ { لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا } قَالَتْ وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا
Dari Aisyah radliallahu 'anha, mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Shallallahu'alaihiwasallam membai’at wanita cukup dengan lisan (tidak berjabat tangan) dengan ayat ini; 'Untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun….' sampai akhir (QS. Almumtahanah 12). Aisyah berkata, “Tangan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sama sekali tidak pernah menyentuh wanita selain wanita yang beliau miliki (isterinya).” (HR.Bukhori)
قَالَتْ عَائِشَةُ وَاللَّهِ مَا أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى النِّسَاءِ إِلَّا مَا أَمَرَهُ اللَّهُ وَلَا مَسَّتْ كَفُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَّ امْرَأَةٍ قَطُّ وَكَانَ يَقُولُ لَهُنَّ إِذَا أَخَذَ عَلَيْهِنَّ قَدْ بَايَعْتُكُنَّ كَلَامًا
Aisyah berkata; 'Demi Allah! Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melakukan apa-apa terhadap kaum wanita kecuali apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Telapak tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah menyentuh telapak tangan seorang wanita sama sekali. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada mereka apabila beliau telah membaiat mereka: 'Aku telah membai'at kalian dengan ucapan.' (HR. Bukhori dan Ibnu Majah).
Dari dua hadits di atas, sepertinya sudah sangat jalas sekali terlihat bahwa islam secara tegas melarang antara laki-laki dan perempuan yang bukan makhrom untuk bersentuhan secara fisik. Bahkan untuk hal yang sangat penting sekalipun, yaitu bai’at atau pengambilan sumpah, rosululloh melakukannya hanya dengan bahasa lisan saja tanpa menyentuh, bagai mana dengan hal yang lebih ringan lainnya??. Dan tentunya islam memberikan pembatasan dalam hal ini adalah agar hati manusia tetap terjaga dari fitnah syahwat alias tidak kesetrum ketika bersentuhan dengan lawan jenis, yang setiap saat berpotensi untuk menggerogoti kekokohan hati. Jangankan menyentuh, memandang saja bisa membuat seseorang terpesona terhadap lawan jenisnya, contohnya adalah kejadian yang dialami oleh salah seorang sahabat yang mulia,
عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَرْدَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفَضْلَ بْنَ عَبَّاسٍ يَوْمَ النَّحْرِ خَلْفَهُ عَلَى عَجُزِ رَاحِلَتِهِ وَكَانَ الْفَضْلُ رَجُلًا وَضِيئًا فَوَقَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنَّاسِ يُفْتِيهِمْ وَأَقْبَلَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ وَضِيئَةٌ تَسْتَفْتِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَأَعْجَبَهُ حُسْنُهَا فَالْتَفَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا فَأَخْلَفَ بِيَدِهِ فَأَخَذَ بِذَقَنِ الْفَضْلِ فَعَدَلَ وَجْهَهُ عَنْ النَّظَرِ إِلَيْهَا
Dari Abdullah bin Abbas radliallahu 'anhuma dia berkata; "Pada hari Iedul Kurban, Al Fadlu bin Abbas pernah membonceng Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dibelakang hewan tunggangannya, Al Fadl adalah orang yang cakap wajahnya, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berhenti sejenak untuk memberi fatwa di hadapan orang-orang, ternyata ada seorang wanita berwajah cantik dari Kaitsam datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta fatwa, segera Al Fadlu memandang wanita tersebut, ia merasa heran dengan kecantikannya, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menoleh ke arah Al Fadl, dia masih saja memandangi wanita tersebut, akhirnya beliau memutar tangan ke arah belakang dan memegang dagu Al Fadl serta memalingkan wajahnya ke arah lain.” (HR. Bukhori dan Malik).
Jadi, sudah ketehuan sekarang titik terang dari masalah ini. Dan PR-nya sekarang, bagaimana caranya meluruskan anggapan dari orang-orang yang masih menganggap bahwa berjabat tangan lintas jenis kelamin saat idul Fitri itu menjadi sesuatu yang wajib..???.
Insya Alloh dengan bahasa penyampaian kita yang sopan dan sikap yang lemah lembut terhadap mereka, hati mereka pasti akan sangat mudah untuk diluluhkan. Ibarat kita ingin meliruskan tulang yang bengkok, tidak mungkin bisa ditempuh dengan jalan kekerasan kan..?? nanti malah bisa patah. Apalagi apa yang kita sampaikan adalah sesuatu yang sudah jelas-jelas benar, jadi harus bisa membungkusnya dengan sebaik mungkin. Sekarang tinggal kita mau atau tidak menjadi agen perubahan bagi masyarakat muslim yang masih awam, Wallohu A’lam…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar